Kamis, 14 Juli 2016

SEJARAH RITUAL ADAT HOLE DI KABUPATEN SABU RAIJUA

OLEH : JEFRISON HARIYANTO FERNANDO dan YUDSON Tp BUNGA
       Hole merupakan upacara adat yang sangat populer dikalangan masyarakat Sabu Raijua yang dilakukan secara massal. Upacara Adat ini menjadi sangat populer karena hanya dilakukan satu kali dalam setahun sehingga memikat banyak wisatawan manca negara maupun wisatawan lokal termasuk orang Sabu Raijua yang selama ini berada diluar daerah untuk turut serta dalam kemeriahan dan kegembiraan ritual adat tersebut. Selain itu, Ritual adat Hole mengandung beberapa nilai-nilai yang tertanam dalam kehidupan sosial kemasyarakatan orang Sabu Raijua,antara lain Nilai kepercayaan, nilai kesadaran, nilai persatuan dan kesatuan, nilai etika, nilai estetika, nilai kesetiaan serta nilai yuridis.
Ritual adat Hole akan dilaksanakan sesuai dengan kelender adat Masyarakat sabu raijua yang telah ditetapkan secara turun temurun oleh nenek moyang orang Sabu Raijua sejak dahulu kala. Kegiatan Adat Hole ini akan dilaksanakan tepat pada War”ru Bangaliwu dalam perhitungan Kelender adat atau sekitar Bulan Mei atau Juni dalam perhitungan Kelender Masehi. Pelaksanaan Kegiatan Hole akan diatur sesuai dengan Kelender adat Pada Wilayah Adat di Kabupaten Sabu Raijua, yang mana terdapat 5 Wilayah adat yakni Wilayah Adat Hab”ba yang wilayah administrasinya di Kecamatan Sabu Barat, Wilayah Adat Raijua yang wilayah administrasinya di Kecamatan Raijua, Wilayah adat Liae yang berada di wilayah administrasi Kecamatan Sabu Liae, Wilayah Adat Mahara yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Hawu Mehara, serta Wilayah Adat Dimu yang terletak di wilayah Administrasi Kecamatan Sabu Timur dan Kecamatan Sabu Tengah. Pada tulisan ini penulis ingin fokus pada Ritual Adat Hole yang dilaksanakan Di Wilayah Adat Mahara yang kegiatannya dilaksanakan di Desa Rame Due , Kecamatan Hawu Mehara, Kabupaten Sabu Raijua.
Menurut Budaya tutur orang Sabu Raijua secara turun temurun, Munculnya upacara Adat Hole ketika Manusia pertama orang Sabu yang bernama KIKA GA yang konon katanya punya kesaktian pada masa itu, ingin memperluas Wilayah Pulau Sabu ,yang mana pada zaman itu, Pulau Sabu belum berbentuk seperti saat ini. Pada Masa KIKA GA Pulau Sabu hanya berbentuk tanjung Kecil yang dinamakan HU PENYORO MEA yang saat ini terletak di Desa Dainao, Kecamatan Sabu Liae, Kabupaten Sabu Raijua. Atas dasar perluasan wilayah kekuasaan itulah, KIKA GA dengan kesaktiannya pergi ke sala satu pulau DJAWAWA yang saat ini menjadi Kecamatan Raijua, Kabupaten Sabu Raijua. Pulau DJAWAWA /RAIJUA di huni oleh pejabat adat yang punya kesaktian yang sangat tinggi yaitu MONE WEO dan BANNI BAKU. Dengan kesaktian yang dimiliki oleh KIKA GA maka ia pergi secara diam-diam untuk mengambil tanah di kolong rumah adat milik MONE WEO untuk menimbun HU PENYORO MEA agar menjadi pulau yang besar seperti Pulau Sabu Saat ini. Pada suatu hari maka KIKA GA tertangkap basah oleh para penjaga rumah adat sedang mengambil tanah di bawa kolong rumah adat MONE WEO, sehingga sebagai penguasa di Pulau DJAWA WAWA , MONE WEO marah serta menangkap KIKA GA serta menanyakan alasan KIKA GA mengambil secara diam-diam tanah di bawa kolong rumah adat MONE WEO dan BANNI BAKU.
KIKA GAH ketika ditangkap dan diadili oleh MONE WEO dan BANNI BAKU maka dengan jujur ia menjelaskan maksud dan tujuannya mengambil tanah dari Pulau DJWAWA WAWA atau Pulau Raijua yaitu untuk memperluas daerah kekuasaan Pulau Sabu. Mendengar penjelasan tersebut maka MONE WEO dan BANNI BAKU mengijinkan KIKA GA untuk mengambil tanah dari bawa kolong rumah adat MONE WEO dan BANNI BAKU dengan suatu persyaratan bahwa setiap akhir tahun sesuai perhitungan kelender adat Masyarakat adat Sabu Raijua, KIKA GA dan keturunannya kelak harus mempersembahkan dan membayar upeti atau dalam bahasa Sabu disebut IHI RAI kepada MONE WEO dan BANNI BAKU. Itulah Sebabnya, dalam proses Ritual Adat Hole ada pelepasan KOWA/Perahu Hole yang berisi hasil-hasil panen masyarakat baik berupa tanaman maupun hewan yang dilaksanakan di Pantai UBA AE, Desa Rame Due , Kecamatan Hawu Mehara, Kabupaten Sabu Raijua. Kowa Hole tersebut akan dilepas ke tengah lautan dan akhirnya akan menuju ke Pulau Djawa Wawa/Raijua.
Ritual Adat Hole yang merupakan tradisi turun temurun masyarakat Sabu Raijua memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Kegiatan Upacara adat “ LIBA DOKA” artinya menghamburkan aroma harum pada ladang, kebun dan seluruh tanah di daratan Pulau sabu, sehingga tanaman pangan, hewan dan Pohon –pohon yang hidup dapat memberikan hasil yang berbau harum. Dalam kegiatan ini semua masyarakat adat membuat ketupat yang akan diisi oleh biji jagung ,biji kacang hijau dan gumpalan nasi. ketupat-ketupat tersebut akan di letakan pada setiap penjuru tanah daratan pulau Sabu yaitu dilembah,gunung,hutan,lereng,pantai,kebun, sawah dan ladang pertanian milik masyarakat adat sabu raijua. Kegiatan upacara adat ini diawali oleh Pejabat adat Mone Ama menaruh ketupat adat didalam kebun adat dan di seluruh tanah daratan pulau sabu.
2. Kegiatan Upacara adat”BUI IHI” yang artinya membersihkan diri, menghitung jumlah anggota keluarganya masing-masing,baik laki-laki, perempuan termasuk bayi yang lahir pada tahun tersebut maupun anggota keluarga yang sudah meninggal. Dan yang melaksanakan perhitungan ini adalah masing-masing kepala keluarga, setiap keluarga di dalam rumah tangga membuat ketuapat adat yang disebut “KEDUE DUNU yang artinya Tritunggal. Ketupat tritunggal tersebut diisi dengan biji jangung,kacang hijau,dan gumpaln nasi, semua biji-biji pangan harus sesuai dengan jumlah anggota keluarga yang hidup dan yang sudah meninggal dan jumlahnya sama di masing-masing ikatan ketupat tritunggal.
Ikatan pertama dari Ketupat tritunggal diperuntukan bagi anggota keluarga mereka yang sudah meninggal, ketupat tersebut diletakan pada tiap kuburan anggota keluarga yang sudah meninggal. Ikatan Kedua ketupat tritunggal diperuntukan bagi anggota keluarga yang masih hidup,.
Ketupat akan diikat pada tiang rumah adat mereka masing-masing, dan ikatan ke tiga ketupat tritunggal dipertuntukan bagi Hewan dan ternak peliharaan yang akan diikat apa tiap pintu kandang ternak. Apabila telah selesai kegiatan tersebut maka pada malam harinya dilaksanakan kegiatan tarian Pedoa BUI IHI yang melibatkan seluruh masyarakat ada.
3. Kegiatan Upacara “GAU DERE HOLE”, Dere adalah tambur/beduk Hole. Beduk Hole ini disimpan dalam Rumah adat yang bernama “ DUE DURU” yaitu tempat tinggal dan kerja Pejabat Adat Mone Ama “ DEO RAI”. Dan bila tiba penyelenggaraan Upacara Hole maka beduk Hole akan diturunkan dari tempat gantungannya oleh DEO RAI lalu di letakan pada tiang rumah adat DUE DURU, untuk didiamkan selama satu malam sebelum digunakan dalam Uapacara tersebut.
4. Kegiatan Upacara “PE ADDO DERE HOLE” upacara ini dilakukan agar Beduk HOLE selama semalam sentuh didiamkan atau ditenangkan dan tidak ada seorangpun yang menyentuhnya, setelah tepat jam 3 tengah malam harinya baru boleh Beduk Hole dianggkat oleh DEO RAI dan akan dibawah untuk diletakan di atas cabang pohon nitas yang hidup di samping altar adat NadaHari.
5. Kegiatan Upacara “ NGAA HOLE”, artinya “Makam malam adat Hole”. Pada kegiatan ini semua para pejabat adat dan masyarakat adat duduk bersama-sama untuk melakukan perjamuan makan makanan upacara adat bersama sebagai wujud syukur kepada Tuhan Pencipta Pemberi Kehidupan.
6. Kegiatan Upacara “ LINGO DERE HOLE”. Artinya “ Menjaga penuh hikmad Beduk Hole” Dalam kegiatan ini DEO RAI mengangkat Beduk Hole dari Cabang pohon nitas lalu diletakan diatas altar adat Nada Hari. DEO RAI dan pejabat adat RATU MONE PIDU (tujuh Pejabat laki-laki) beserta seluruh masyarakat adat duduk menjaga penuh hikmad melingkari altar Nada hari yang mana Beduk Hole di letakan. Semua yang hadir melantumkan syair-syair adat “BURU DERE HO” Selama satu malam sentuh dan Deo rai yang mengawali melantunkan pujian dan nyanyian adat “ buru dere ho” salbil diikuti oleh seluruh masyarakat adat yang hadir, lamanya dalam melantunkan syair Buru dere Ho kurang lebih 7 jam sampai subuh, dalam kegiatan ini tidak boleh seorangpun melakukan pelanggaran.
7. Kegiatan Upacara “ ANYNYU KEDUE HOLE” artinya Mengayam Ketupat Tritunggal Hole”, dalam kegiatan ini tidak beda dengan kegiatan upacara BUI IHI pada poin ke 2, semua kaum perempuan di masing-masing rumah tangga dan keluarga pada malam hari sebelum keesokan hari puncak pelepasan Perahu Hole,kaum perempuan membuat ketupat Tritunggal (Kedue HOLE) yang akan di bawah untuk diletakan dalam perahu HOLE, sebagai wujud persembahan kepada Tuhan (DEO AMA pemberi kehidupan.
8. Kegiatan Upacara adat “PELALA KOWA HOLE” artinya Melepaskan Perahu Adat Hole” Kegiatan upacara PELALA KOWA HOLE ini merupakan puncak dari semua rangakaian Kegiatan Upacara adat Hole pada “Warru Bangaliwu”(Kalender adat) yaitu antara akhhir bulan april s/d awal bulan mei (kalender adat masehi).
Sebagaimana telah diuraikan pada point 7 bahwa Ketupat Tritunggal Hole yang pada malam harinya telah dianyam oleh kaum perempuan dari masing-masing rumah tangga dan keluarga.
Maka pada pagi harinya ketupat tersebut mereka bawah, dan akan diletakan diatas altar adat yang berada di tengah Kampung adat Kolorae yang merupakan Kampung Pusat penyelenggaraan adat di wilayah adat Mahara, Kampung adat Kolorae terletak diatas puncak gunung “Pedarro” tinggung kira-kira 50 meter.
Setelah semua masyarakat adat selesai meletakan Ketupat Upacara, maka DEO RAI bersama Anggota-anggotanya memulai membaca doa-doa dan mengurapi seluruh Ketupat Tritunggal dengan meminyaki oleh minyak suci adat oleh DEORAI. 
Ketupat tri tunggal di ikat menjadi satu lalu DEORAI dan Anggota-anggotanya bersama masyarakat adat membawa Ikatan ketupat tri tunggal dari Kampung adat Kolorae di Desa Pedarro menuju ke pelabuhan adat Uba ae dengan berjalan kaki. 
Selama perjalanan DEORAI melantunkan Syair BURU DERE HO sambil diikuti dan dinyanyikan oleh seluruh masyarakat adat.
Kemuruh meriahnya irama lantunan syair yang dinyanyikan bersahut-sahutan oleh semua masyarakat adat, rute perjalanan yang ditempuh sekitar 2 kilo meter lebih sampai ke lokasi Pelepasan Perahu adat Hole yaitu di Pelabuhan Uba ae di Desa Rame Due, Kecamatan Hawu Mehara, Kabupaten Sabu Raijua. 
Setelah tiba di pelabuhan adat uba ae, maka DEO RAI dan Anggota-anggotanya dan dibantu oleh Tokoh-tokoh adat merakit Perahu Adat Hole, dan apa bila sudah selesai merakit Perahu, maka semua Ikatan-ikatan Ketupat tri tunggal adat Hole yang di bawah dari Kampung induk adat Kolorae di Desa Pedarro. 
Ketupat diletakan dan disusun sesuai urutan ke 12 Suku-suku yang mendiami wilayah adat Mahara. Sebelum Perahu dilepaskan, DEORAI dan anggota-anggotanya membacakan doa dan mengurapi sambil berjalan melingkari Perahu, setelah selesai mengurapi perahu adat Hole, maka perahu diangkat untuk dilepaskan ke lautan. Setelah selesai di lepaskan maka, seluruh Masyarakat adat kembali menuju arena Pacuan Kuda adat Hole, dan ke arena Taji ayam Adat Hole yang tidak jauh dari Pelabuhan adat Ubaae. Kegiatan pacuan kuda dan Taji ayam ini adalah sebagai wujud kebahagian dan suka cita yang mana mereka telah menyelesaikan kegiatan Akbar adat dengan damai dan aman.

Catatan : Mohon masukan dari para pembaca untuk menyempurnaan Tulisan ini.









Sejarah Lahirnya Tarian Pedo'a di Kabupaten Sabu Raijua

Oleh : JEFRISON HARIYANTO
       Tarian pedoa merupakan sala satu tarian tradisional yang sangat populer dikalangan masyarakat Sabu Raijua. Tarian ini menjadi tarian yang sangat digemari oleh para anak muda yang suka suasana kebersamaan dan persahabatan krn tarian pedoa memang tarian massal yang selalu di indentik dengan tarian kebersamaan dan persahabatan. Tarian ini sering dilakukan pada bulan- bulan tertentu sesuai dengan kelender adat masing-masing wilayah adat yang ada di Sabu Raijua kususnya pada bulan Bangaliwu (Bulan Maret-April kelender masehi) tarian ini pasti akan di pentaskan secara terbuka di masing-masing wilayah adat serta dengan tempat yang sudah ditentukan sejak turun temurun oleh nenek moyang orang Sabu Raijua.
Tarian pedoa sering dikatakan tarian persahabatan dan kebersamaan karena semua penarinya membentuk lingkaran dan saling berpelukan serta bernyanyi bersama pada adegan tertentu, itulah makna kebersamaan dan persahabatan yang terkandung dalam tarian tersebut. Selain itu, dalam rangkaian tarian Pedo’a juga ada yang sering disebut sebagai pemimpin tarian yang berdiri di tengah- tengah lingkaran peserta dan melantunkan syair lagu sesuai dengan tahapan-tahapan tarian dan gerakan yang ada. Pemimpin lagu atau syair itulah yang di sebut dengan MONE PED’JO, dalam melantunkan syair lagu untuk mengiringi gerakan peserta Pedo”a, Mone Ped’jolah yang akan menentukan lamanya waktu tarian Pedoa itu dilakonkan karena gerakan yang dilakukan harus sesuai dengan irama syair yang di nyanyikan oleh Mone Ped”jo.
Selain peserta, Mone Ped”jo serta syair lagu yang menjadi bagian dari kelengkapan Pedoa, para peserta juga memakai instrumen bunyi yang akan menentukan dan memperlihatkan kekompakan para peserta Pedoa, instrumen bunyi itu yang di sebut denga KEDU”E atau ketupat yang berisikan kacang hijau yang diikat di kaki para peserta Pedo’a. Ketupat itu akan mengeluarkan bunyi bilamana syair lagu dan gerakan sentakan kaki di mulai dan semua gerakan akan ditentukan oleh syir-syair yang dinyanyikan oleh Mone Ped’jo. Oleh karena itu, sebagai orang Sabu dan orang yang mencintai budaya yang ada tentu kita perlu mengetahui sejarah terciptanya Tarian Pedo”a pertama kalinya di Sabu Raijua.
Pada zaman dahulu di Pulau Sabu hiduplah seorang tokoh leluhur yang bernama DIDA MIHA di wilayah adat Liae dan Ia mempunyai 3 orang saudara yaitu IE MIHA, RIHI MIHA dan HAWU MIHA yang menurut cerita ke 4 bersudara ini termasuk pada generasi ke-43 di Sabu.
DIDA MIHA mempunyai seorang istri bernama WANYNYI DARA ,yang berasal dari keluarga besar Radja Laut Selatan di Lautan dan mempunyai kesaktian seperti cerita pada kisah pembangunan benteng Ege di Wilayah Adat Liae oleh Radja Laut selatan yang bernama LAKI LU. Sebagai bukti keskatian dari seorang WANYNYI DARA dia bisa muncul dan hadir di setiap wilayah adat yang ada di pulau Sabu dengan generasi yang berbeda.
Ketika WANYI DARA kawin dengan DIDA MIHA di wilayah adat liae dan ia Hamil . maka DIDA MIHA memutuskan untuk merantau ke Pulau DJAWA WAWA ( Pulau Raijua). Sebelum jalan ke Pulau DJAWA WAWA, DIDA MIHA berpesan pada istrinnya yang kala itu sedang hamil yaitu jika nanti anaknya lahir seorang laki-laki maka harus dibunyikan gong yang terbuat dari kuningan sebagai tanda pemberitahuan kepada DIDA MIHA di Pulau DJAWA WAWA bahwa anaknya telah lahir, akan tetapi jika anaknya lahir seorang perempuan maka DIDA MIHA berpesan agar di buang ke sungai yang ada banjir agar anak itu mati terbawa banjir. Dari perjanjian itu rupanya DIDA MIHA tidak menyukai anak perempuan.
Setelah DIDA MIHA berada di rantauan maka melahirkanlah WANYNYI DARA istrinya DIDA MIHA dan melahirkan seorang anak laki-laki. Karena kekesalan WANYI DARA yang tidak ada kabar berita ketika DIDA MIHA sudah sampai di Pulau DJAWA WAWA maka WANYI DARA tidak memukul gong seperti apa yang dijanjikan oleh suaminya ketika hendak merantau waktu itu. WANYNYI DARA melahirkan seorang anak laki-laki dan memberi nama DARI WANYI serta untuk mengelabui suaminya maka ia mengambil keputusan agar anaknya di serahkan kepada saudara-saudaranya di lautan untuk diasuh.
Setelah beberapa tahun kemudian pulanglah DIDA MIHA dari Pulau DJAWA WAWA dan menanyakan kepada istrinya tentang anak mereka. Maka pada saat itu istrinya memberitahukan bahwa Ia telah melahirkan seorang anak perempuan dan sesuai dengan janji dari DIDA MIHA bahwa jika anak perempuan maka harus dibuang ke sungai agar anak itu mati terbawa banjir .
Akan tetapi sebagai seorang ayah , DIDA MIHA tidak langsung percaya kepada istrinya bahwa anaknya perempuan dan telah mati, maka untuk memenuhi rasa penasaranya akhirnya dia membuat keramaian berupa taji ayam dan perkelahian anjing sehingga pada saat itulah taji ayam pertama kali dilakukan di Pulau Sabu. Adapun tujuan membuat keramaian tersebut adalah untuk menggali informasi dari orang-orang yang datang mengikuti kegiatan taji ayam tentang keberadaan anaknya. Dalam kegiatan taji ayam dan perkelahian anjing tersebut turut juga hadir saudara-saudaranya WANYNYI DARA dari lautan serta hadir pula DARI WANYNYI yang notabene anak kandung dari DIDA MIHA dan WANYNYI DARA, akan tetapi antara anak dan ayah tidak saling kenal sehingga mereka melakukan pertandingan yang seru dan sangat sengit dan semua pertarungan dimenangkan oleh DARI WANYNYI, bahkan saking jengkelnya DIDA MIHA kepada DARI WANYNYI ayam batina yang sedang mengerampun di ambilnya untuk melawan DARI WANYI akan tetapi DIDA MIHA tetap saja kalah secara terus menerus, sehingga DIDA MIHA penasaran, siapa sebenarnya pemuda yang bernama DARI WANYNYI yang telah mengalahkan kesaktiannya itu.
Ketika DIDA MIHA kalah telak oleh anaknya sendiri DARI WANYNYI pada kegiatan taji ayam maka ia memutuskan mengakhiri keramaian tersebut dan tidak satupun orang yang datang memberikan informasi tentang anaknya. Datanglah saudaranya yang bernama IE MIHA untuk memberikan motivasi dan masukan kepada DIDA MIHA agar membuat keramaian berupa sebuah tarian persahabatan dalam suasana kebersamaan yang di sebut dengan TARIAN PEDO”A dan di pentaskan secara massal pada waktu itu di WADU MEA yang sekarang terletak di Desa Dainao, Kecamatan Sabu Liae , Kabupaten Sabu Raijua. Sejak saat itulah tarian PEDO’A pertama kali dilakukan di Sabu Raijua.
Pada saat tarian Pedo”a itu dilakonkan oleh banyak orang atas inisiatif dari IE MIHA maka pada saat yang bersamaan DIDA MIHA mendapat bisikan dari orang yang hadir dalam kegiatan Pedo”a itu bahwa DARI WANYNYI merupakan anak kandung dari DIDA MIHA sendiri. Mendengar informasi itu maka DIDA MIHA merasa bahagia dan seusai kegiatan Pedo”a dia melakukan jamuan makan bersama sebagai tanda ucapan syukur DIDA MIHA kepda Tuhan Yanga Maha Esa serta ucapan terima kasih kepada adiknya IE MIHA serta seluruh masyarakat yang ambil bagian dalam kegiatan Pedo”a tersebut
Ketika jamuan makan bersama itu dilakukan maka dipanggillah istrinya WANYNYI DARA oleh DIDA MIHA untuk menanyakan secara jujur bahwa apakah DARI WANYNYI benar-benar anak kandungnya DIDA MIHA. Akan tetapi karena rasa kekesalannya terhadap DIDA MIHA maka WANYNYI DARA tetap saja tidak memberitahukan bahwa DARI WANYNYI adalah anak kandung DIDA MIHA. Tidak kehabisan akal sampai di situ, maka DIDA MIHA memanggil lagi istrinya supaya duduk dan bersandar di tiang Karpus rumah adat mereka bagian buritan dan memanggil pula DARI WANYNYI untuk duduk dan bersandar di tiang karpus rumah adat mereka bagian haluan dengan jarak antara WANYNYI DARA dengan DARI WANYNYI sekitar 15 meter. karena kesaktiannya DIDA MIHA juga memanggil angin puting beliung serta badai pada saat itu dan melakukan perjanjian kepada WANYNYI DARA bahwa apabila WANYNYI DARA memerah susunya maka air susu itu akan muncrat ke mulut DARI WANYI , itu pertanda bahwa DARI WANYNYI benar-benar anak kandung dari DIDA MIHA, akan tetapi apabila DARI WANYINYI bukan anak kandungnya DIDA MIHA maka air susu WANYNYI DARA tidak akan muncrat langsung ke mulut DARI WANYNYI . dan akhirnya perjanjian dan tantangan itu dilakukan oleh DIDA MIHA , WANYNYI DARA DAN DARI WANYNYI dan hasilnya air susu WANYNYI DARA ketika di perah langsung muncrat ke dalam mulut DARI WANYNYI. Sejak itulah DIDA MIHA mengetahui secara pasti bahwa DARI WANYNYI benar-benar anak kandungnya dan WANYNYI DARA bersama-sama saudaranya dari lautan menangis dan memintah maaf kepada DIDA MIHA serta mereka semua berpelukan dan yang paling terakhir DIDA MIHA merubah nama anaknya dari nama yang sebelumnya DARI WANYNYI menjadi DODO DIDA.
Sekian dan terima kasih , semoga bermanfaat dan apabila ada yang kurang mohon dilengkapi


SEJARAH LAHIRNYA RITUAL ADAT DAB'BA DI KABUPATEN SABU RAIJUA

Oleh : JEFRISON HARIYANTO FERNANDO
         Ritual adat DAB”BA merupakan sala satu ritual adat yang sangat populer dikalangan masyarakat Sabu Raijua, ritual ini menjadi populer karena menampilkan nilai-nilai budaya yang sangat sakral serta menjadi daya tarik masyarakat Sabu Raijua untuk mengikuti kegiatan adat tersebut karena hanya dilakukan dua hari sekali dalam waktu satu tahun. Dalam kegiatan DAB”BA, akan dilakukan acara Sabung ayam secara adat dari beberapa kelompok yang dalam bahasa Sabu di sebut ADA sebagi representasi dari suku-suku yang ada di Sabu Raijua.
Ritual adat DAB’BA akan dilakukan dimasing-masing wilayah adat sesuai dengan perhitungan kelender adat, dimana Sabu Raijua terbagi dalam 5 wilayah adat yaitu Wilayah Adat Raijua, Wilayah Adat Liae, Wilayah Adat Seba , Wilayah Adat Mehara dan Wilayah Adat Dimu. Pelaksanaan ritual adat DAB’BA akan dilaksanakan di dua tempat yang berbeda selama dua hari dengan perhitungan pelaksanaan hari pertama akan dilaksanakan pada besok hari setelah bulan purnama yang dalam bahasa kelender adat Sabu Raijua di sebut Hepe Hape, dalam perhitungan kelender masehi jatuh pada tanggal 16 bulan berjalan sedangkan hari ke dua akan dilaksanakan pada hari ke dua setelah bulan purnama yang dalam bahasa kelender Adat Sabu dikenal dengan Due Pehape, dalam perhitungan kelender masehi jatuh pada tanggal 17 bulan berjalan.
Tempat yang dijadikan arena Sabung ayam Dab”ba akan dilaksanakan di sebuah arena yang skaral yang di Sebut DARA NADA. Kegiatan hari pertama akan dilaksanakn di tempat yang namanya KOLO GOPO yang merupakan sala satu kompleks perkampungan adat ,yang terletak di Desa Eilogo, Kecamatan Sabu Liae, Kabupaten Sabu Raijua. Kegiatan Sabung ayam DAB”BA hari ke dua akan dilaksanakan di DARA NADA KOLO RAME yang merupakan arena Sabung ayam yang letaknya tidak jauh dari KOLO GOPO dan berada di Desa Eilogo, Kecamatan Sabu Liae, Kabupaten Sabu Raijua.
Upacara Adat DAB”BA ini lahir setelah masyarakat Sabu Raijua sadar akan pentingnya Hak Asasi Manusia karena pada zaman dulu di Sabu Raijua selalu terjadi perang antar Suku serta perang tanding antara masyarakat wilayah Adat yang satu dengan Masyarakat Wilayah Adat yang lainya. Pada zaman dulu di wilayah adat liae hiduplah dua orang tokoh sakti yang bernama NANGNGI LAY dan HARI DJUDA, mereka berdua menjadi orang yang disegani pada suku masing-masing, oleh karena itu mereka mulai sadar ketika suku-suku terus menerus berperang maka semakin hari generasi mereka akan punah karna banyak yang gugur di medan pertempuran, sehingga pada suatu hari mereka memutuskan untuk duduk bersama seluruh anak suku untuk melakukan musyawara mufakat dan hasilnya adalah mereka ingin mengakhiri perang antara manusia dengan manusia dan ingin diganti dengan perang antar binatang dalam hal ini ayam. Keputusan untuk mengakhiri perang manusia dengan manusia itulah menjadi awal mula terciptanya ritual adat DAB”BA berupa Sabung ayam Adat di Kabupaten Sabu Raijua;
Sebagai bentuk dari perwakilan suku-suku yang berperang maka disepakati pula dalam kegiatan DAB’BA untuk membentuk dua kubu yaitu kubu atas yang disponsori oleh HARI DJUDA dan kubu bawah yang disponsori oleh NAGNGI LAY. Pada kubu atas terdiri atas beberapa kelompok dalam bahasa sabu di sebut dengan ADA sebagai representasi dari beberapa suku yang berperang, begitu pula sebaliknya pada kubu bawa. Kelompok atau ADA yang termasuk dalam kubu atas berupa ADA DAB’BA, ADA GOPO, ADA KOTA HAWU, dan ADA RAE KEWORE, sedangkan kubu bawah akan diwakili oleh kelompok atau ADA EIKO, ADA RAJA MARA, ADA RAE WIU, ADA HULUI dan ADA EI TEDE.
Ritual Adat DAB’BA tidak sekedar ritual biasa yang sembarang dilakukan dimana saja dan kapan saja akan tetapi semuanya melalui tahapan dari awal hingga akhir ritual. Seperti yang dikemukakan diatas bahwa Ritual Sabung Ayam DAB”BA akan dilakukan pada besok hari setelah bulan purnama maka semua persiapan akan dilakukan pada hari ketika bulan purnama. Pada hari purnama seluruh rumah adat akan dibersihkan untuk kegiatan ritual pada malam hari. Kegiatan pembersihan tersebut akan dilakukan pada sore hari dan dilanjutkan dengan kegiatan pembersihan rumah adat serta memegari rumah adat dengan duri dengan tujuan mensterilakn lokasi rumah adat dari seluruh hewan serta manusia yang melewati tempat tersebut sehingga orang dilarang untuk melewati lokasi rumah adat yang telah dipagari oleh duri tersebut, ritual ini dalam bahasa Sabu disebut dengan LABA ADA.
Setelah melakukan kegiatan LABA ADA maka akan dilanjutkan dengan ritual HAPPU RA’KA yaitu pembersihan terhadap alat-alat yang akan digunakan dalan ritual Sabung Ayam DAB”BA berupa tombak, pisau , parang, pedang serta pisau yang akan dipakai untuk di ikat ke kaki ayam yang akan disabungkan. Setelah ritual HAP”PU RA”KA maka sekitar jam 12 malam akan dilanjutkan dengan Ritual URI yang dilakukan oleh ROHI LODO ( berkedudukan sebagai panglima perang), MAUKIA (asisten panglima yang bertugas mengatur strategi perang ) dan PIGA RAI ( berkedudukan sebagai tokoh perempuan yang akan mempersiapkan makan minum bagi panglima perang ketika pulang dari medan pertempuran) yaitu memanjatkan doa dan mempersembahkan sesajian kepada para leluhur dengan tujuan untuk memintah petunjuk, memintah keberuntungan dan kemengan ketika besok hari mengikuti kegiatan Sabung Ayam DAB”BA, selain memintah keberuntungan mereka juga akan mendoakan para lawannya agar mereka mendapat malapetaka serta kekalahan. Setelah ritual URI selesai, maka ROHI LODO, MAUKIA dan PIGA RAI akan memanggil seluruh peserta yang akan mengikuti kegiatan Sabung Ayam DAB”BA untuk berkumpul dihalaman rumah adat dan melakukan kegiatan HODA yang dipimpin oleh MONE HODA. HODA merupakan sala satu tahapan pada upacara DAB”BA untuk memanjatkan doa kepada para leluhur melalui syair-syair lagu yang dinyanyikan dan dipimpin oleh beberapa orang yang di sebut MONE HODA dan dilanjutkan secara bersahut-sahutan oleh semua peserta yang ada. Tujuan dari pada HODA hampir sama dengan tujuan URI,akan tetapi URI hanya dilakukan oleh ROHI LODO, MAUKIA dan PIGA RAI sedangkan HODA semua peserta dilibatkan dalam mengucapkan doa-doa pada leluhur serta melalui nyanyia, setelah tahapan HODA selesei maka semua peserta akan dipersilahkan untuk tidur dan berakhirlah tahapan kegiatan malamnya. Semua ritual mulai dari LABA ADA, HAP”PU RAK”KA hingga URI dilakukan di hari purnama sedangkan kegiatan HODA dilakukan pada sekitar jam 1 dini hari.
Pada hari pertama penyelenggaraan sabung ayam DAB”BA yaitu hari setelah bulan purnama maka semua peserta akan berkumpul di rumah adat masing-masing dan ROHI LODO,MAUKIA dan PIGA RAI akan mengistruksikan semua peserta untuk mandi. Perlu diketahui bahwa ada yang unik dari cara mandi peserta ritual Sabung ayam DAB’BA dengan cara mandi kita sehari-hari yaitu para peserta diharuskan untuk mandi tanpa busana atau mandi telanjang serta dilarang untuk membasahi rambutnya bahkan memakai sabun mandi karena sesuai keyakinan adat setempat bahwa jika aturan itu dilanggar maka akan membawa sial bagi kelompok (ADA) mereka sehingga mereka akan mengalami kekalahan. Seusai mandi, maka semua peserta akan kembali ke rumah adat untuk makan bersama dan mempersiapkan diri untuk berangkat ke arena ( DARA NADA). Pada saat makan bersama semua peserta hanya diperbolehkan memakan nasi kosong dengan lombok dan garam dan dilarang untuk makan dengan lauk pauk lainya karena keyakinan mereka sama seperti keyakinan pada aturan mandi.
Setelah semua peserta selesai makan, maka mereka akan berpakian adat lengkap untuk bersiap-siap untuk berangkat ke arena. ROHI LODO, MAUKIA, dan PIGA RAI akan menginstruksikan kepada semua peserta untuk buang air besar dan kecil karena setelah itu maka semua peserta akan dilarang untuk makan minum serta buang air sejak berangkat dari Rumah Adat ke arena Sabung Ayam Adat ( DARA NADA) hingga kembali lagi ke rumah adat karena sesuai keyakinan bahwa jikalau aturan tersebut dilanggar oleh para peserta akan membawa sial dan kekalahan bagi kelompok ( ADA ) mereka bahkan bagi peserta itu secara individu dia akan mendapat malapetaka dalam hidupnya. Tahapan selanjutnya yaitu ROHI LODO, MAUKIA dan PIGA RAI akan berdoa dan mempersembahkan sesajian dalam bahAsa Sabu biasa di sebut UDU NGA”A NGA GATI NGA”A pada tiang induk rumah adat ( TAR”RU DURU ) dan mereka akan keluar ke halaman rumah adat yang telah dipagari oleh duri untuk menghitung semua peserta yang hadir dan yang akan mengikuti ritual adat DAB”BA. Selanjutnya ketika semuanya sudah lengkap maka MAUKIA, ROHI LODO , PIGA RAI serta beberapa peserta lainya akan melakukan ritual KEREI WANGO pada tiang induk rumah adat ( TARRU DURU) . Dalam Tahapan KEREI WANGO ini akan dilakukan doa kepada leluhur untuk meminta petunjuk terakhir apakah kelompok atau ADA mereka yang akan menang ataukah pihak musuh yang menang dahulu ketika pelepasan ayam pertama. Dalam tahapan ini, ROHI LODO akan menacabkan tombak pada tiang induk ( TARRU DURU) rumah adat, setelah mendapat petujuk maka tombak itu akan dicabut kembali dan mereka akan keluar dari rumah adat untuk berkumpul dihalaman rumah adat.
Ketika tahapan KEREI WANGO telah dilakukan maka semua peserta akan duduk berjejer membentuk satu barisan dan akan bangun serentak ketika ROHI LODO memberikan aba-aba untuk jalan. Pada posisi barisan tersebut yang berdiri paling depan serta memegang tombak adalah ROHI LODO, posisi ke dua adalah MAUKIA sebagai asistennya, posisi ke tiga dan seterusnya adalah peserta yang lainya. Pada saat ROHI LODO memberikan aba-aba untuk jalan maka semuanya akan berjalan sesuai dengan barisan dan posisi masing – masing. Perlu diketahui bahwa ketika para kelompok ( ADA) berjalan dari rumah adat menuju arena ( DARA NADA) , siapapun dilarang melintasi jalan yang akan mereka lalui karena sesuai keyakinan adat apabila aturan itu dilanggar maka akan membawa sial dan kekalahan bagi ADA mereka, begitu pula bagi orang yang melanggar itu secara individu akan mendapat sangsi dari tokoh adat serta akan mendapat malapetaka dalam hidupnya.
Sesampainya di arena Sabung ayam ( DARA NADA) maka semua kelompok (ADA) tidak diperbolehkan duduk selama semua kelompok atau ADA belum sampai di arena (DARA NADA) dan menunggu instruksi dari DEO untuk duduk barulah semua kelompok atau ADA duduk. Kegiaatan Sabung ayam pertama akan di mulai dengan pelepasan ayam pertama antara kubu atas dan kubu bawa, kubu atas akan diwakili oleh kelompok atau ADA DAB”BA melawan kubuh bawa yang diwakili oleh kelompok atau ADA EIKO, setelah itu baru kelompok atau ADA yang lainya diperbolehkan untuk melakukan pelepasan ayam antar kelompok atau ADA sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Selain pelarangan untuk makan minum serta buang air selama berada di arena ( DARA NADA) para peserta juga dilarang untuk melakukan taruhan dalam bentuk apapun sehingga hal inilah yang membedakan Sabung ayam DAB”BA dengan sabung ayam yang sering kita jumpai ditempat lain. Ketika kegiatan Sabung ayam DAB”BA telah dinyatakan berakhir, maka semua peserta akan kembali ke rumah adat masing-masing dan sesampainya di rumah adat maka semua ayam yang menang akan diberi nama, selanjutnya akan dilanjutkan dengan acara pemotongan hewan serta makan bersama sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Demikian sejarah dan tahapn singkat ritual adat DAB”BA , mohon masukan dari para pembaca












Pengelompokan Udu dan Kerogo di Kabupaten Sabu Raijua

        Kabupaten Sabu Raijua merupakan Kabupaten yang terkenal dengan kekayaan budaya dan adat istiadatnya. Sala satu yang perlu kita ketahui adalah Sabu Raijua memiliki beberapa pengelompokan masyarakatnya berdasarkan garis keturunan dan wilayah domisili. Berdasarkan garis keturunan dikalangan orang Sabu Raijua tentu tidak asing lagi kita mendengar yang namanya UDU. 
UDU pada suku Sabu Raijua atau Do Hawu Raijua merupakan subsuku kecil yang terbagi berdasarkan garis keturunan patrilinear serta berdasarkan wilayah yang ada di Sabu Raijua serta dikepalai oleh seorang pemimpin yang disebut dengan BANGNGU UDU.
Udu atau subsuku dalam masyarakat sabu raijua juga dikelompokan lagi dalam bentuk yang lebih kecil yang di sebut dengan KEROGO atau klan. Kerogo atau merupakan kelompok berdasarkan hubungan kekerabatan yang berasal dari satu nenek moyang melalui garis keturunan ayah maupun Ibu serta sama seperti Udu atau Subsuku yang mempunyai pemimpin yang di sebut denga KAT’TU KEROGO. 
Berikut ini beberapa Udu atau subsuku serta KEROGO atau Klan yang ada di Kabupaten Sabu Raijua yang penulis identifikasi berdasarkan wilayah adat yang ada di Kabupaten sabu raijua :

a. Seba (habha) terdapat delapan subsuku (udu)
1. Udu Na Mata
2. Udu Na Horo
3. Udu Na Taga
4. Udu Na Hupu
5. Udu Na Radhi
6. Udu Reupudi
7. Udu melagu
8. Udukekoro
b. Menia terdapat tiga subsuku (udu)
9. UduRaePudi
10. Udu Melagu
11. UduKekoro
c. Dimu (Sabu Timur) terdapat delapan subsuku (udu)
12. Udu Na Tadu
13. Udu Na Puru
14. Udu Na Jhu’u
15. Udu Na Elli
16. Udu Na Dhowu
17. UduKoloRae
18. UduWolo
19. Udu Na Be’e
d. Liae terdapat tujuh subsuku (udu)
20. Udu Na Pujara
21. Udu Na Nawa
22. Udu Na Hai
23. UduTeriwu
24. Udu Gopo
25. UduKoloRae
26. Udu Namata
e. Mehara terdapat dua belas subsuku (udu)
27. UduNa Putitu
28. UduNa Pupudi
29. UduNa Pupenu
30. Udu Na Bellu
31. Udu Na Hipa
32. Udu Na Lungi
33. UduTalorae
34. UduRue
35. Udu Na HabhaDhida
36. UduGea
37. UduBallu
38. UduAeLape
f. Raijua terdapat sebelas subsuku (udu)
39. Udu Nada Ibu
40. UduLoborae
41. UduWei
42. UduLedeke
43. UduRohabha
44. UduLoboRae Liu
45. UduNadega
46. Udu Jela
47. UduKetita
48. UduMelako
49. UduMediriMelako
g. Kelompok kerogo di Kecamatan Sabu Barat
50. KerogoNaji gigi
51. KerogoNaliru
52. KerogoNakadja
53. KerogoNapuludji
54. KerogoNapulire
55. KerogoNalodowawa
56. KerogoNapudjara
57. KerogoNadjohina
58. KerogoNaluluweo
59. KerogoNabura
60. KerogoUduae
61. KerogoNapupenu
62. KerogoNagalode
63. KerogoNakahu
64. KerogoNakuhaga
65. KerogoNanawa
66. KerogoNapawa
h. Kelompok kerogo di Kecamatan Sabu Timur
67. KerogoNadub’aki
68. KerogoNatie
69. Kerogolobokore
70. KerogoNadjaka
71. KerogoNalaike
72. KerogoLadohuki
73. KerogoRohiga
74. KerogoDraamupurihi
75. Kerogoloborote
76. KerogoUduae
77. Kerogodraamudawa
78. KerogoNakore Uli
79. KerogoNarihi Uli
80. KerogoNakari Uli
81. KerogoNalai Labu
82. KerogoNawetti
83. KerogoNakuli
84. KerogoNailii kapi
85. KerogoNailiiridi
i. Kelompok kerogo di Kecamatan Sabu Liae
86. Kerogonapulabu
87. KerogoNapulai
88. KerogoNapuleru
89. KerogoNapuudju
90. Kerogo Lay Labu
91. KerogoNarega
92. Kerogorebb’o
93. KerogoNakale
94. KerogoNattaie
95. KerogoNamohu
96. KerogoNago
97. KerogoNatadu
j. Kelompok kerogo di Kecamatan Raijua
98. KerogoWuirae
99. KerogoNatua
100. KerogoNaalo
101. Kerogolodoae
102. Kerogohebb’uWadu
103. KerogoBangamiha
104. Kerogoledetallo
105. Kerogooenehu
106. KerogoDeme
107. KerogoLaihu
108. KerogoNalele
109. KerogoNatallo
110. KerogoNabbalu
111. KerogoNaroho
112. KerogoNadjula
113. KerogoNawada
114. KerogoNaweli
115. Kerogo Huma Mone
116. Kerogo dudu mone
117. Kerogowellimone
118. KerogoMuhuMadja
119. KerogoUbikore
120. KerogoDjaradoro
121. KerogoGedi
122. Kerogo Dina Gedi
123. KerogoNadega
124. KerogoNarui
125. KerogoNarobo
126. KerogoHubehhi
127. KerogoMediBore
128. KerogoDjawamedi
129. KerogoLebaMedi
130. KerogoKebunu
131. KerogoNaradi
k. Kelompok kerogo di Kecamatan Hawumahara
132. KerogoNapupenu
133. KerogoNapuhina
134. KerogoNaballu
135. Kerogonanawa
Catatan : mohon usul dan saran serta koreksi jika ada yang masih kurang ataupun ada kekeliruan

Sejarah BENTENG EGE dan BATU GONG di Kabupaten SabuRaijua

OLEH : JEFRISON HARIYANTO FERNANDO

       Batu gong dan Benteng EGE yang saat ini menjadi sala satu destinasi wisata sejarah yang ada di Desa Waduwalla, Kecamatan Sabu Liae, Kabupaten Sabu Raijua merupakan situs yang saat ini banyak dikunjungi oleh para wisatawan,baik domestik maupun mancanegara, banyak yang tertarik untuk datang melihat dan mencaritau batu ini, bukan karena tampilannya yang berwarna warni seperti batu –batu lainnya, akan tetapi ada satu keunikan tersendiri yang membuat batu ini lain dari pada batu-batu yang kita sering temukan selama ini. Sala satu keunikan yang bisa kita temukan adalah ketika batu ini di pukul maka akan menghasilkan bunyi seperti gong yang merupakn alat musik tradisional masyarakat Sabu Raijua. Selain Batu Gong yang mempunyai keunikan tersendiri, Benteng Ege juga punya keunikan dan sejarah tersendiri bagi masyarakat Sabu Raijua.

Batu Gong ini di buat oleh salah seorang warga Desa Waduwala,Kecamatan Sabu Liae , Kabupaten Sabu Raijua yang bernama LADO DJAMI. Pembuat batu ini merupakan orang yang mempunyai kesaktian di Desa tersebut serta mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Radja Laut Selatan yang bernama LAKI LU. Pembuatan batu gong ini sebagai alat untuk mengisyaratkan bahwa akan dimulainya pengumpulan materil untuk pembangunan sebuah benteng di lokasi tidak jauh dari batu gong tersebut.

Pada zaman raja MANU RIWU atau AMU MANU diwilayah adat liae sering terjadi perang tanding antara masyarakat wilayah adat liae dengan wilayah adat Dimu yang dalam bahasa Sabu di sebut Pemuhu Kebal’la Juli. Oleh karena itu menurut sang Raja mereka perlu membangun sebuah benteng pertahanan untuk menangkis sarangan musuh kususnya yang datang melalui jalur laut maupun jalur darat. Pada saat itulah dia memanggil seorang sakti di Desa Wadduwala yang bernama LADO DJAMI untuk membantu sang raja dalam pembuatan benteng pertahanan tersebut. LADO DJAMI punya hubungan erat dengan LAKI LU yang merupakan raja laut selatan yang mempunyai banyak pasukan sehingga ia meminta bantuan kepada Raja Laut selatan untuk membangun benteng pertahanan seperti yang diperintahkan raja kepada LADO DJAMI. 

Pembangunan benteng tersebut tidak memakan waktu lama seperti pembangunan benteng-benteng di beberapa daerah lainya karena benteng Ege ini dikerjakan oleh pasukan raja laut selatan hanya beberapa jam saja yaitu mulai jam 12 malam dengan isyarat pemukulan batu gong pertanda materil dikumpulkan dan benteng dikerjakan. Batu gong itu akan di bunyikan kembali pada saat ayam berkokok di pagi hari pertanda pembangunan harus di akhiri dan saatnya para pasukan raja laut selatan harus kembali ke laut sehingga ada beberapa benteng yang tidak habis di bangun.

Pada tahun 1811-1816, ketika inggris masuk untuk memerintah indonesia dengan Gubernur jenderalnya Thomas Tafor Laves. Pada selang waktu 5 tahun inggris memerintah di Indonesia mereka tidak saja menduduki pulau-pulau besar yang ada di indonesia, akan tetapi inggris menempatkan perutusan-perutusan mereka di seluruh Nusantara termasuk di Sabu Raijua sehingga perutusan inggris yang ditempatkan di Sabu Raijua pertama kalinya mereka tinggal di benteng yang dibuat oleh LADO DJAMI atas kerja sama dengan LAKI LU sebagai raja laut selatan. Pada saat perutusan inggris tinggal dibenteng tersebutlah maka orang Sabu Raijua menyebut benteng itu bernama Benteng Ege. Nama benteng tersebut sebenarnya di ambil dari nama Pemerintahan Inggris karena orang Sabu Raijua sulit mengucapkan kata Inggris dalam komunikasi mereka sehari-hari sehingga mereka mempersingkat lagi menjadi EGE.

Pada waktu Belanda masuk untuk menjajah Indonesi selama 350 tahun lamanya, Pemerintahan Belanda menggunakan lagi Benteng Ege sebagai benteng pertahanan, sehingga pada saat itulah Pemerintahan Belanda membangun pos jaga serta tempat peletakan mariam, yang hingga saat ini bekas pos jaga serta tempat bekas peletakan mariam pemerintah Balanda masih ada dilokasi benteng EGE tersebut.Oleh karena itu,Benteng Ege ini tidak saja dipakai oleh raja MANU RIWU sebagai benteng pertahanan ketika Dia menjadi raja,akan tetapi dipakai pula oleh Pemerintahan Belanda ketika Belanda menjajah Indonesia selama 350, serta Inggris memerintah Indonesia selama 5 Tahun. 


Pada lokasi wisata sejarah Benteng Ege terdapat lokasi Wisata Budaya yang hingga saat ini masih tetap dilestarikan oleh masyarakat setempat, wisata budaya tersebut terdiri atas ritual adat Buihi serta Rumah adat untuk melakukan ritual adat tersebut. Ritual adat Buihi mempunyai beberapa daya tarik tersendiri seperti pacuan kuda ( Pehere Jara) dan pedoa ( Pedoa Buihi). Selain itu, dari atas benteng ege juga anda bisa menikamati panorama pasir putih dengan gulungan ombak yang panjang di pantai UBA HAPPU yang letaknya langsung dibawa benteng ege. Oleh karena itu di lokasi benteng ege anda bisa menikmati wisata sejarah, wisata budaya dan wisata bahari.













* Download free aplikasi android TAPALEUK NTT di playstore, untuk memudahkan anda melihat lokasi wisata ini dalam PETA.