Oleh : Jefrison Hariyanto Fernando, S.I.P
Narasumber : Lay Huri ( Tokoh adat Liae)
Pada zaman dulu
hiduplah dua orang yang dianggap sakti yang memiliki kesaktian tinggi atau
dalam bahasa Sabu di sebut Mone Pana yaitu Maga Djara dari wilayah adat Liae
dan Maleba Nega Ratu dari wilayah adat Mehara. Mereka berdua memiliki hubungan
kekerabatan yang cukup erat .
Pada suatu ketika Maga Djara
mengajak Maleba Nega Ratu untuk merantau ke pulau Sumba . sesampainya di sana
mereka menginap dan tinggal di sumba timur bersama sanak saudara mereka yang
ada di sana. Pada saat itu pula di Pulau Sumba sedang terjadi peperangan yang
luar biasa antara Raja Wilayah Sumba Timur melawan Raja Wilayah Sumba Barat,
Suatu hari Raja Sumba Timur
mendapat informasi tentang ada dua orang yang baru datang dari Sabu Raijua yang
memiliki kesaktian yang luar biasa. Mendengar informasi tersebut, Raja Sumba
timur memerintah pasukannya untuk mecari tau keberadaan kedua orang Sabu Raijua
tersebut dan memanggil mereka untuk menghadap Baginda Raja. Perintah itu
dijalankan dengan baik oleh para pasukan dan akhirnya berhasil menemukan dan
membawa Maga Djara dan Maleba Nega Ratu untuk menghadap Raja.
Ketika Maga Djara dan Maleba Nega
Ratu menghadap Raja Sumba Timur, Baginda Raja meminta bantuan kedua orang
tersebut ( Maga Djara dan Maleba Nega Ratu) untuk pergi membunuh Raja Sumba Barat
bersama pasukannya. Karena Raja yang perintah akhirnya tawaran Raja Sumba Timur
diterima oleh Maga Djara dan Maleba Nega Ratu. Pada hari berikutnya Maga Djara
dan Maleba Nega Ratu pergi kehadapan raja Sumba Timur untuk pamit menjalankan
perintah untuk membunuh Raja Sumba Barat. Pada saat itu pula Raja Sumba Timur
menyuruh pasukannya untuk melengkapi kedua orang tersebut dengan senjata , akan
tetapi Maga Djara dan Maleba Nega Ratu menolak seluruh perlengkapan perang yang
diberikan oleh Raja Sumba Timur kepada mereka dengan memberikan keyakinana
bahwa mereka bisa membunuh Raja Sumba Barat cukup dengan tangan mereka sendiri.
Akhirnya dengan kepercayaan penuh yang diberikan kepada Maga Djara dan Maleba
Nega Ratu, baginda Raja Sumba Timur melepaskan mereka dengan penuh keyakinan.
Sesampainya di Sumba Barat, Maga
Djara dan Maleba Nega Ratu langsung masuk ke istana Raja Sumba Barat dan
mendapatkan Baginda Raja Sumba Barat sedang minum kopi. Karena memiliki
kesaktian yang tinggi, Maga Djara dan Maleba Nega Ratu tidak bisa dilihat oleh
seluruh pengawal Raja Sumba Barat ketika masuk ke dalam istana Raja. Maga Djara
langsung menuju kursi Raja dan mencekik leher Raja Sumba Barat hingga lidahnya
keluar dari dalam mulut dan setelah itu Maleba Nega Ratu memukul baginda Raja
hingga terjatuh dari kursinya. Pada saat itu pula sang Raja menyerah dan
mengaku kalah serta menanyakan kepada Maga Djara dan Maleba Nega Ratu bahwa
siapa yang menyuruh mereka untuk datang membunuh sang Raja Sumba Barat. Dengan
polos Maga Djara dan Maleba Nega Ratu memberitahu bahwa yang menyruh mereka
adalah Raja Sumba Timur.
Mendengar jawaban tersebut, maka
terkejutlah sang raja dan menanyakan kepada mereka apa yang mereka mau di
wilayah Sumba Barat, dengan santai dan polos Maga Djara dan Maleba Nega Ratu
menjawab bahwa mereka membutukan tanah. Permintaan tersebut akhirnya
dikabulakan oleh Raja Sumba Barat dengan memberikan Sebidang tanah untuk Maga
Djara dan maleba Nega Ratu, tanah tersbut oleh Maga Djara dan Maleba Nega Ratu
diberi nama dalam bahasa Sabu dengan nama “ Mude Kale Nara, Kako Lape Huni
Wega” yang artinya bahwa untuk mendapat tanah tersebut mereka hanya cukup
meyakinkan orang dalam hal ini Raja bahwa mereka adalah orang sakti atau Mone
pana, padahal itu hanya spekulasi semata dari mereka.Setelah itu maka Maga
Djara akhirnya kembali ke Sabu Raijua dan menjadi Pulodo Liae.